Orde Baru? Hah, "demokrasi" konon katanya! Sepanjang rezim Soeharto yang berkuasa puluhan tahun, Indonesia mengalami distorsi demokrasi yang menyakitkan. Saya masih ingat bagaimana rasanya hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan absolut itu.
Mulut kita dikunci rapat! Berpendapat sedikit beda dari narasi pemerintah? Siap-siap saja "dijemput" tengah malam. Media? Cuma jadi corong penguasa! Wartawan berani menulis kebenaran? Izin terbit dicabut! Ini bukan sekedar "minimnya kebebasan" tapi pembungkaman sistematis!
Politik jaman itu lelucon saja. Partai cuma tiga, dan satu sudah pasti menang. Golkar selalu di atas, PPP dan PDI cuma pelengkap penderita. Teman saya pernah dipaksa atasan ikut kampanye Golkar, kalau menolak posisinya terancam.
Pelanggaran HAM terjadi bukan sekadar "banyak", tapi masif dan tersistem! Petrus, Tanjung Priok, Timor Timur, tragedi Semanggi... darah rakyat yang tumpah tapi tak pernah ada pertanggungjawaban.
Pemilu? Haha, saya sendiri menyaksikan kotak suara "terisi ajaib" sebelum pencoblosan. Presiden terpilih selalu sama, 30+ tahun! Militer menduduki kursi legislatif tanpa dipilih rakyat. ABRI masuk DPR, masuk bisnis, masuk semua lini pemerintahan.
Ironis sekali, sekarang banyak yang rindu era Orde Baru karena "stabilitas ekonomi" katanya. Mereka lupa berapa harga yang dibayar rakyat untuk "stabilitas" itu. Memang benar kata Mahfud, korupsi sekarang mungkin lebih gila, tapi jangan sampai amnesia sejarah membuat kita bernostalgia pada masa kelam itu.
Demokrasi Pancasila waktu itu cuma kedok manis untuk rezim otoriter. Praktiknya? Penindasan berkedok "demi persatuan dan kesatuan bangsa".
Halaman ini mungkin berisi konten pihak ketiga, yang disediakan untuk tujuan informasi saja (bukan pernyataan/jaminan) dan tidak boleh dianggap sebagai dukungan terhadap pandangannya oleh Gate, atau sebagai nasihat keuangan atau profesional. Lihat Penafian untuk detailnya.
Cacat Brutal Demokrasi Pancasila Era Orde Baru
Orde Baru? Hah, "demokrasi" konon katanya! Sepanjang rezim Soeharto yang berkuasa puluhan tahun, Indonesia mengalami distorsi demokrasi yang menyakitkan. Saya masih ingat bagaimana rasanya hidup di bawah bayang-bayang kekuasaan absolut itu.
Mulut kita dikunci rapat! Berpendapat sedikit beda dari narasi pemerintah? Siap-siap saja "dijemput" tengah malam. Media? Cuma jadi corong penguasa! Wartawan berani menulis kebenaran? Izin terbit dicabut! Ini bukan sekedar "minimnya kebebasan" tapi pembungkaman sistematis!
Politik jaman itu lelucon saja. Partai cuma tiga, dan satu sudah pasti menang. Golkar selalu di atas, PPP dan PDI cuma pelengkap penderita. Teman saya pernah dipaksa atasan ikut kampanye Golkar, kalau menolak posisinya terancam.
Pelanggaran HAM terjadi bukan sekadar "banyak", tapi masif dan tersistem! Petrus, Tanjung Priok, Timor Timur, tragedi Semanggi... darah rakyat yang tumpah tapi tak pernah ada pertanggungjawaban.
Pemilu? Haha, saya sendiri menyaksikan kotak suara "terisi ajaib" sebelum pencoblosan. Presiden terpilih selalu sama, 30+ tahun! Militer menduduki kursi legislatif tanpa dipilih rakyat. ABRI masuk DPR, masuk bisnis, masuk semua lini pemerintahan.
Ironis sekali, sekarang banyak yang rindu era Orde Baru karena "stabilitas ekonomi" katanya. Mereka lupa berapa harga yang dibayar rakyat untuk "stabilitas" itu. Memang benar kata Mahfud, korupsi sekarang mungkin lebih gila, tapi jangan sampai amnesia sejarah membuat kita bernostalgia pada masa kelam itu.
Demokrasi Pancasila waktu itu cuma kedok manis untuk rezim otoriter. Praktiknya? Penindasan berkedok "demi persatuan dan kesatuan bangsa".